Senin, Agustus 27, 2007

sidang tilang

Beberapa waktu yang lalu aku kena tilang bersama temanku dan kita memutuskan untuk ikut sidang saja daripada membayar pada polisi sekalian tambah pengalaman pikirku. Hari Sidang pun telah tiba dan aku datang ke pengadilan dengan penuh rasa penasaran.

Jam 8.40 ak sampai Kantor Pengadilan, dan pengalaman menarik pun dimulai. Ketika baru saja memarkir motor aku langsung didatangi oleh salah satu pegawai pengadilan (kebetulan baju dinas dia dikeluarkan, pemandangan yang jarang aku temui), kemudian dia langsung menyapa.

"Mas sidang tilang?", tanya pegawai itu dengan ramah.
"Iya", jawabku singkat dan menduga bahwa hanya penampilannya saja yang tidak menyakinkan, tapi hatinya penuh dengan keramahan.

Ternyata dugaanku mulai salah.

"mau tak ambilin nggak?" tawarnya dengan sopan.
"hanya bayar 35 ribu, itu saya hanya ambil 5 ribu, mas tinggal tunggu bentar lalu tak ambilin." lanjut dia dengan tanpa basa-basi.

Mendengar tawaran itu akupun langsung jengkel, awalnya aku kira dia penuh dengan keramahan, tapi ternyata ramah karena ada maksud tertentu. Apakah jaman sekarang ini apabila ada orang yang ramah, pasti dia ada maksud tertentu? Semoga itu hanya pikiranku yang buruk saja.

"aku nunggu temanku kok." jawabku singkat sambil meninggalkan pegawai itu. Dia pun kelihatan agak jengkel mungkin karena kelakuanku tadi yang menolak 'kebaikannya'.

Ketika mau sampai di teras Pengadilan, lagi-lagi aku ditawari untuk diambilkan SIM ku, tetapi aku tetap menolak karena kebetulan masih menunggu temanku yang akan sidang juga.

Aku pun lalu duduk di teras Pengadilan sambil menikmati keadaan sekitar karena ini merupakan pengalaman pertamaku masuk pengadilan. Ternyata bukan hanya aku saja yang ditawari oleh pegawai pengadilan, tetapi setiap orang yang datang. Baik itu yang naik motor maupun yang jalan kaki, pokoknya semua ditawari dan tanpa basa-basi. Ada sekitar 10 pegawai yang menunggu di teras untuk menawarkan 'kebaikkannya'.

Waktu menunjukkan jam 9 tepat, tetapi temanku juga belum datang, sedangkan yang datang mulai banyak, dan para pegawai itu pun semakin sibuk 'melayani masyarakat'. Beberapa saat kemudian temanku muncul bersama temannya. Dan seperti yang aku alami tadi, dia juga ditawari tapi aku langsung memanggilnya untuk langsung masuk ke pengadilan. Pegawai yang menawari temanku tampak sewot dengan aku, mungkin karena aku menghilangkan mangsanya.

Sudah jam 10, tetapi sidang belum juga dimulai, padahal harusnya mulai jam 9. Ternyata dimana-mana, asal masih di Indonesia, jangan datang tepat waktu kalau tidak siap untuk menunggu.

Sambil menunggu, aku berbincang dengan temanku dan seorang Bapak yang kena tilang juga. Arah obrolan kami pun mulai menarik ketika mulai berbicara tentang pegawai-pegawai yang menawarkan jasa tadi di depan. Kami pun mulai berpikiran jangan-jangan sidang belum mulai karena masih menunggu menolong orang yang tidak sempat untuk mengikuti sidang.

Kemudian saya bertanya ke Bapak itu, "dapat pahala gak yaa pegawai tadi? Dia kan sangat membantu orang yang kebetulan tidak punya waktu untuk mengikuti sidang dan orang-orang yang sibuk? Mereka kan juga memberi kemudahan kepada masyarakat? Apa itu bentuk pelayanan yang baru?

Bapak tadi hanya bisa tersenyum dan tidak berkata apa-apa. Mungkin karena bukan kewenangannya, pahala dan dosa itu kan kewenangan Tuhan batinku.

Akhirnya sidangpun dimulai setelah seseorang yang berjubah hitam dan ada seperti dasi berwarna merah, dan ternyata itu hakimnya (maklum baru pertama kali ikut sidang). Setelah menyiapkan berbagai macam berkas-berkas akhirnya sidang mulai.

Palu diketok, artinya sidang dimulai. Hakim pun menyuruh hadirin untuk melepas topi dan yang berdiri disurud keluar supa rapi dan hadirin dimohon tertib.

Setelah itu dia minta maaf atas kekurangan sarana dan prasarana di ruang sidang. Hakim itu juga berkata bahwa anggaran untuk badan Yudikatif paling kecil dibanding dengan Eksekutif dan Legislatif. Bahkan anggaran untuk Mahkamah Agung lebih kecil dari Dinas Tata Kota DKI tambahnya untuk menyakinkan hadirin.

Aku bilang ke temanku, "mungkin itu sebabnya, di Negara ini hukum bisa dijual belikan." Temenku bersama orang disekelilingnya tertawa mendengar kata-kata ku tadi.

Bukan hanya minta maaf karena kerterbatasan sarana dan prasarana, Hakim tersebut juga minta maaf atas keterlambatan memulai sidang dengan alasan masih menunggu petugas dari Kejaksaan. Peserta sidang pun serempak berteriak, "Huuuuu...".

Akupun hanya membatin apa salahnya mengakui kesalahan sendiri? Kenapa juga harus mengkambing hitamkan orang lain? Padahal aku juga sering begitu, he... Mungkin itu sudah menjadi budaya kita.

Setelah puas basi-basi, tersangka pertama pun dipanggil kemudian dilanjutkan orang berikutnya. Ada yang kena denda 35 ribu, 20 ribu, dan ada juga yang bebas tidak kena denda sepeserpun.

Mulai terjadi kekonyolan ketika ada salah satu tersangka yang didakwa melanggar pasal sekian (maaf lupa) tetapi intinya menerobos lampu merah, tetapi ketika ditanya oleh Hakim apakah dia menorobos lampu merah atau tidak, dia menjawab bahwa dia bukan melanggar lampu merah tetapi tidak memakai helm. Tersangka berikutnya juga hampir sama, dikenakan pasal menerobos lampu merah padahal waktu itu motornya tidak ada plat nomor karena masih baru.

Peserta sidang pun jadi ramai karena kekonyolan itu, ada yang tertawa tapi tidak sedikit pula yang memaki. Hakim pun bingung dengan kesalahan penulisan pasal itu, tetapi kemudian mereka dikenakan denda 20 ribu.

Hakim saja bingung, apalagi masyarakat awam yang kurang mengerti akan peraturan. Aku hanya berfikir jangan-jangan tidak ada peraturan yang mengatur tentang itu (tidak pakai helm atau tidak ada plat nomor kendaraan yang masih baru). Atau barangkali polisi yang menangkap mereka hanya hafal pasal tentang menerobos lampu merah? Semoga pikiranku salah semua.

Beberapa saat kemudian namaku pun dipanggil, aku langsung maju ke depan. Rasanya agak gugup, maklum pengalaman pertama di persidangan. Setelah duduk, Hakim langsung memulai menanyaiku tentang apa pelanggaran yang dilakukan olehku. Setelah aku selesai menjelaskan, dan diputuskan denda sebesar 20 ribu.

Untung masih lebih murah daripada penawaran pegawai di tempat parkir tadi. Kalau membayar 35 ribu aku pasti sangat menyesal sudah menolak Pegawai tadi.

Pembayaran dilakukan diruangan lain, dan lagi-lagi kesabaran harus diuji karena harus antri satu per satu. Akhirnya namaku dipanggil juga dan disuruh membayar Rp 20.500, aku agak kaget karena tadi dendanya 20 ribu, tidak pake 500, kemudian petugas itu menjelaskan untuk biaya administrasi sidang. Ternyata dimana-mana selalu ada biaya administrasi batinku.

Berhubung aku dan temanku sudah membayar dan memperoleh SIM masing-masing, kita pun memutuskan untuk pulang. Sambil berjalan menuju motor aku bersama temanku tertawa sendiri atas pengalaman pertama mengikuti sidang, entah tertawa karena sudah dapat dapat SIM lagi atau tertawa kaget melihat peradilan kita yang seperti ini.

Jumat, Agustus 17, 2007

dah 4 tahun tidak ikut upacara 17 agustusan...
kangen juga, walaupun tidak secara langsung tapi selalu ikut upacara kenegaraan lewat televisi di Istana Negara...

met Ulang Tahun Indonesia...
makin tua makin menjadi...
jadi baik tentunya...
walaupun banyak orang yang meragukan
tapi aku tetap yakin...

62 tahun sudah
sudah merdeka??
walaupun masih banyak warga yang mengaku
belum merdeka...

yang penting sudah merdeka
dan dunia mengakui
sekarang tinggal melayani rakyatnya
agar bukan hanya menjadi negara yang merdeka
tapi RAKYAT yang MERDEKA pula...

Rabu, Agustus 15, 2007

benci jadi cinta

dulu aku g suka warna biru
sekarang banyak barangku yang warnanya biru

dulu aku benci sama wartawan
sekarang aku magang menjadi seorang wartawan

dulu aku g suka sama cewe gaul
tapi aku pernah punya cewe yang gaul..

ketika punya pacar sebel ma cewe berkerudung besar
sekarang malah senang melihat cewe berkerudung besar

apakah jika membenci sesuatu
suatu saat kebencian itu akan datang pada kita??

apakah itu karma?
tetapi aku menikmatinya

apakah benci bisa jadi cinta?
atau cinta karena benci?

Selasa, Agustus 14, 2007

aborsi

baru aja dengar tentang seorang mahasiswi yang meninggal karena melakukan aborsi. Ngeri banget yaa... Mau menyelamatkan harga diri malah nyawa yang melenggang.

Sebegitu mahalkah nilai suatu harga diri? Hingga bisa ditukar dengar nyawa??
Apakah harga diri memang harus tetap dipertahankan? Padahal sekarang kan harga diri bosa dibeli??

Kembali ke aborsi...
kalau aborsi semakin merebak berarti banyak kehamilan yang tidak diinginkan
apalagi terjadi pada mahasiswa, bisa dipastikan karena hubungan di luar nikah,
jadi bisa dibilang pergaulan bebas juga sudah merebak.

Kalau berani berbuat kenapa tidak berani menanggung resiko? Kenapa bayi hasil perbuatan mereka yang menjadi korbannya? Apakah dia sudah melakukan kesalahan? Apakah dia sudah mengecewakan kedua orang tuanya sehingga pantas untuk dibunuh? Mungkin mereka yang ingin aborsi harus membaca email dari temenku ini:


Mama sayang,
Aku di surga sekarang, duduk di pangkuan Tuhan.
Ia mengasihiku dan menangis bersamaku sebab
pedih pilu hatiku. Begitu ingin aku menjadi putri
mungil mu.
Tidak terlalu mengerti aku akan apa yang telah
terjadi. Aku begitu bergairah ketika mulai
menyadari
keberadaanku. Aku ada di suatu tempat yang
gelap, namun nyaman. Aku melihat aku punya jari-
jari dan jempol. Aku cantik seturut
perkembanganku, tapi belum siap meninggalkan
tempatku.
Aku menghabiskan sebagian besar waktuku
dengan berpikir atau tidur. Bahkan sejak hari-hari
pertamaku, aku merasakan ikatan istimewa antara
engkau dan aku.
Kadang aku mendengarmu menangis, dan aku
menangis bersamamu.
Kadang engkau berteriak dan memaki, lalu aku
menangis.
Aku dengar Papa memaki balik.
Aku sedih dan berharap engkau akan segera baik
kembali.

Aku heran mengapa engkau begitu sering
menangis.
Suatu hari engkau menangis hampir sepanjang
hari.
Pilu hatiku karenanya.
Tak dapat kubayangkan mengapa engkau begitu
berduka.
Pada hari itu juga, hal yang paling mengerikan
terjadi.
Suatu monster yang amat keji masuk ke tempat
hangat dan nyaman di mana aku berada.
Aku sangat takut, aku mulai menjerit, tapi tak
sekalipun engkau berusaha menolong. Mungkin
engkau tak pernah mendengarku……..
Monster itu semakin lama semakin dekat
sementara
aku terus berteriak, “Mama, Mama, tolong aku…..,
Mama……tolong aku.”
Suatu teror yang ngeri aku rasakan. Aku berteriak
dan berteriak…….hingga tak sanggup lagi. Lalu
monster itu mulai mencabik lenganku. Sungguh
sakit rasanya, sakit yang tak kan pernah dapat
kuungkapkan dengan kata. Monster itu tidak
berhenti. Oh….bagaimana aku harus mohon agar ia
berhenti. Aku menjerit sekuat tenaga sementara ia
mencabik putus kakiku.
Sepenuhnya aku dalam kesakitan, aku sekarat.
Aku tahu tak kan pernah aku melihat wajahmu atau
mendengarmu membisikkan betapa engkau
mengasihiku.
Aku ingin menghapus butir-butir air matamu.
Aku punya begitu banyak rencana untuk
membuatmu bahagia, Mama….Tapi aku tak dapat.
Mimpi-mimpiku musnah sudah.
Walau menanggung sakit tak terperi pedih dan
pilunya hati kurasakan melampaui segalanya.
Lebih dari segalanya aku ingin menjadi putrimu.
Tak ada gunanya sekarang, aku meregang nyawa
dalam sengsara tak terkatakan. Hanya hal-hal
buruk yang terlintas di benakku. Begitu ingin aku
mengatakan bahwa aku mengasihimu, sebelum
aku pergi. Tapi, aku tak tahu kata-kata yang dapat
engkau mengerti.
Dan segera saja, aku tak lagi punya napas untuk
mengatakannya; aku mati.
Aku merasa diriku terangkat, seorang malaikat
besar membawaku ke suatu tempat yang besar
dan indah. Aku masih menangis, tapi segala rasa
sakit tubuhku sirna sudah. Malaikat membawaku
kepada Tuhan dan membaringkanku dalam pelukan
Nya. Tuhan mengatakan bahwa Ia mencintaiku.
Lalu, aku merasa bahagia. Kutanya pada-Nya, apa itu yang
membunuhku.
Jawab-Nya,
“Aborsi, Aku menyesal anak-Ku; karena Aku tahu
bagaimana ngeri rasanya.”
Aku tidak tahu apa itu aborsi; Aku pikir mungkin
nama monster itu.
Aku menulis untuk mengatakan betapa aku
mengasihimu……dan mengatakan padamu betapa
ingin aku menjadi putri mungilmu.
Aku telah berjuang sehabis-habisnya untuk hidup,
aku ingin hidup……! Kuat keinginanku, tapi aku tak
mampu; monster itu terlalu kuat…Dicabik-cabiknya
lengan dan kakiku dan akhirnya seluruh
tubuhku…..
Tak mungkin bagiku untuk hidup. Aku hanya ingin
engkau tahu bahwa aku berusaha tinggal
bersamamu. Aku tidak mau mati! Juga Mama,
berhati-hatilah terhadap monster bernama aborsi itu.
Mama aku mengasihimu…..Aku sedih engkau harus
menanggung rasa sakit seperti yang kualami.
Berhati-hatilah,
Peluk cium,
Bayi Perempuanmu………

sumber: Silent Scream of a Baby

Jumat, Agustus 10, 2007

mimpi

aku tau
banyak halangan untuk dapat bertemu denganmu

aku sadar
aku bukan siapa-siapa untuk menjadi milikmu

bertemu dan memilikimu merupakan sebuah harapanku
semalam aku bermimpi bersamamu
walaupun hanya didalam mimpi tapi itu cukup
cukup menghapus dahaga untuk bertemu

aku yakin semalam kamu juga bertemu aku
walau hanya didalam mimpimu
mungkin ini hanya sebuah mimpi
mimpi yang akan jadi kenyataan

jika rindu aku
pangggil aku dalam mimpimu
aku pasti datang menemuimu

terima kasih sudah datang dalam mimpiku....

Rabu, Agustus 08, 2007

mana yang lebih baik

aku sering bingung dengan keadaan yang seperti ini:

mana yang lebih baik??
orang yang rajin sholat tapi perilakunya buruk, seperti sering korupsi, menggunjing, berbohong, tidak akur sama tetangga
dibanding
orang yang agama Islam tapi tidak pernah sholat dan perilakunya baik

mana yang lebih mulia?

Google Docs & Spreadsheets - Pengolah kata dan spreadsheet web. Edit halaman ini (jika Anda punya izin) | Laporkan spam