Antara aku, ayah atau kakek
walaupun belum menikah, apalagi memikirkan tentang pernikahan, tetapi tidak tau kenapa akhir-akhir ini aku sering kepikiran bagaimana nantinya keadaan anak-anak dan cucu-cucuku nantinya. Apakah kehidupan mereka akan sama dengan keadaanku sekarang yang penuh dengan ketidakpastian, pembangunan yang merusak alam, rasa kemanusian mulai hilang, atau jangan-jangan ketika jaman mereka nanti sudah seperti dalam film "i-robot", semua dikendalikan oleh mesin.
Bukan hanya itu, pikiranku lebih tertuju kepada bagaimana nantinya mereka menjalani kehidupan bermasyarakat. mungkin nantinya sebagian besar hidup mereka dihabiskan di depan komputer karena ketika keluar rumah sinar matahari sudah tidak ramah lagi, poplusi tidak terkendali dan kejahatan merajalela. ketika butuh sesuatu, maka tinggal pesan di dunia cyber, dan dalam beberapa saat sudah ada yang mengantarkan dan dia tidak berupa manusia, tetapi sebuah robot.
aku rasa, nantinya anak dan cucuku, tidak akan merasakan bagaimana rasanya capek dan nikmatnya naik gunung, karena sudah ada alat trasportasi menuju kesana. Tidak akan merasakan asyiknya bermain kelereng, gerobak sodor, perang-perangan, karet gelang ataupun layang-layang karena semua permainan itu sudah ada dalam komputer. Tidak akan merasakan nikmatnya renang di sungai ataupun main di sawah karena semua itu bisa dilakukan sambil duduk di depan monitor.
Teman mereka yang bentuknya manusia mungkin hanya beberapa saja, selebihnya teman-teman virtual yang mereka jumpai di dunia maya dan dengan perbandingan yang cukup signifikan. Gedung-gedung sekolah akan banyak yang tidak akan digunakan karena murid-muridnya akan belajar secara on-line dari rumah masing-masing. bahkan mungkin gurunya juga.
Mereka mungkin tidak akan merasakan bermain bola, voly, atau kerja bakti bersama dengan teman-teman sekampung karena nantinya mereka hidup di apartemen yang terkotak-kotak dengan dengan tingkat individual yang tinggi antar masing-masing anggota apartemen. Mungkin tetangga kamar saja tidak kenal. Disamping itu buat apa main bola secara nyata jika bisa dilakukan di komputer bahkan dengan orang-orang dari belahan dunia yang lain dan bisa memilih menjadi pemain ataupun jadi menejer, tidak capek pula.
pertemuan aku dan mereka secara "wujud" pun paling tidak akan berlangsung lama. Kenapa aku sebut wujud karena dengan kemajuan teknologi sekarang bisa melihat secara langsung, bahkan tidak menutup kemungkinan jaman mereka sudah bentuk hologram yang 3 dimensi. tetapi pasti aku akan tetap merindukan mereka untuk bertemu secara wujud karena berbicara menggunakan alat ada suatu perasaan yang kurang, seperti rasa yang timbul karna memegang rambutnya, mencium keningnya, ciuman di tanganku, keakraban yang tercipta dan rasa memiliki yang sangat.
cita-cita mereka pasti menjadi artis ataupun penyanyi, tidak seperti aku kecil dulu yang ingin menjadi dokter, polisi, pilot ataupun guru. Pekerjaan seperti guru, pilot, polisi lambat laun akan berkurang seiring dengan penggantian mereka dengan mesin. Mereka ingin menjadi artis dan penyanyi karena itu merupakan jalan tercepat untuk menjadi terkenal. Yang mereka pedulikan adalah sebuah popularitas, bukan sebuah kebermanfaatan bagi masyarakat.
Jika mereka sukses, maka mereka akan tinggal di apartemen, tetapi jika tidak mereka akan hidup di gorong-gorong atau bekas gedung. pada jaman mereka golongan masyarakat yang ada hanya golongan atas (kaya) dan golong bawah (miskin), tidak ada tengah-tengah. dan yang paling berkuasa adalah pengusaha trans nasional, dimana mereka bisa membeli apa saja, termasuk sebuah negera. militer dan polisi hanya dijadikan alat pelanggeng dominasi mereka. Bagi yang miskin yang mereka tunggu adalah seorang pemimpin yang akan mendorong mereka untuk melakukan sebuah perjuangan kelas yang akan menghancurkan kaum borjuis, seperti yang diramalkan Karl Marx, kemudian muncul masyarakat tanpa kelas.
ketika belajar agama, mereka tidak belajar dari para pengajar agama, karena para pengajar agama tersebut sibuk dengan urusan politik mereka, sudah melupakan umat dan ketika umat butuh, maka harus membayar. kemudian anak dan cucuku belajar dari buku ataupun kumpulan ceramah yang semuanya berbentuk digital. dengan belajar seperti itu mereka akan kehilangan makna yang terdapat dalam sebuah ayat dan mereka mulai menafsirkan sendiri makna ayat-ayat tersebut. maka tidak heran ketika jaman mereka nantinya akan muncul berbagai aliran-aliran baru dalam sebuah agama.
Mungkin ketika mereka kecil, aku akan bercerita tentang wayang, kuda lumping, tari-tari tradisional yang pernah ada di indonesia. kebudayaan tersebut sudah tinggal cerita dan videonya tertera di website. kemudian saya akan bercerita bahwa kubudayaan tradisional itu hilang karena dulu, anak muda yang seumuran dengan aku ini lebih suka akan budaya-budaya popular yang tidak mempunyai nilai sama sekali. aku pun akan merasa ikut bersalah.
kemudian aku akan bercerita tentang pengalamanku ketika menjadi penikmat alam. naik gunung, susur pantai dan menjelajah hutan dimana disana kita bisa bertemu dengan hewan-hewan dan tanaman liar yang beragam dan indah. mereka juga bisa menikmati, tetapi hanya sebatas monitor komputer. ketika berada dialam bebas aku merasa sangat kecil dan tempat pertama kali aku merasakan kalau Tuhan itu benar-benar ada. apakah semua rasa itu akan dirasakan oleh mereka?
ketika mulai membayangkan tentang ketuhanan, lamunan mulai terganggu. aku semakin tidak yakin apakah keturunanku nantinya akan masih mengenal Tuhan. Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. karena dengan perkembangan manusia yang semakin rasional dam kondisi saat ini, maka segala yang tidak rasional akan tidak dipercaya. mereka tidak percaya karena kenyataannya semakin banyak manusia yang miskin dan menderita sedangkan hanya segelintir orang saja yang hidup dengan berlimpah. terus apakah Tuhan masih Maha Pengasih dan Penyayang?
Bukankah pada jamanku sekarang ini uang telah menjadi tuhan? semua orang berusaha mencarinya dan merasa hidupnya tenang apabila sudah mendapatkannya. dengan uang semua bisa dibeli. padahal tidak, banyak hal yang bisa dibeli dengan uang. uang hanya membeli secara fisik, tetapi tidak secara batin. uang bisa beli tempat tidur, tetapi tidak bisa beli tidur. bisa beli tubuh, tetapi tidak bisa memaksa cinta. bisa beli istana, tetapi tidak bisa membeli kebahagiaan.
membayangkan uang membuat aku tersadar, ternyata sekarang aku sedang mencari uang untuk mempertahankan hidup... hidup untuk uang atau uang untuk hidup?? Ataukah mimpi menjadi ayah/kakek yang menjadikan uang?
Bukan hanya itu, pikiranku lebih tertuju kepada bagaimana nantinya mereka menjalani kehidupan bermasyarakat. mungkin nantinya sebagian besar hidup mereka dihabiskan di depan komputer karena ketika keluar rumah sinar matahari sudah tidak ramah lagi, poplusi tidak terkendali dan kejahatan merajalela. ketika butuh sesuatu, maka tinggal pesan di dunia cyber, dan dalam beberapa saat sudah ada yang mengantarkan dan dia tidak berupa manusia, tetapi sebuah robot.
aku rasa, nantinya anak dan cucuku, tidak akan merasakan bagaimana rasanya capek dan nikmatnya naik gunung, karena sudah ada alat trasportasi menuju kesana. Tidak akan merasakan asyiknya bermain kelereng, gerobak sodor, perang-perangan, karet gelang ataupun layang-layang karena semua permainan itu sudah ada dalam komputer. Tidak akan merasakan nikmatnya renang di sungai ataupun main di sawah karena semua itu bisa dilakukan sambil duduk di depan monitor.
Teman mereka yang bentuknya manusia mungkin hanya beberapa saja, selebihnya teman-teman virtual yang mereka jumpai di dunia maya dan dengan perbandingan yang cukup signifikan. Gedung-gedung sekolah akan banyak yang tidak akan digunakan karena murid-muridnya akan belajar secara on-line dari rumah masing-masing. bahkan mungkin gurunya juga.
Mereka mungkin tidak akan merasakan bermain bola, voly, atau kerja bakti bersama dengan teman-teman sekampung karena nantinya mereka hidup di apartemen yang terkotak-kotak dengan dengan tingkat individual yang tinggi antar masing-masing anggota apartemen. Mungkin tetangga kamar saja tidak kenal. Disamping itu buat apa main bola secara nyata jika bisa dilakukan di komputer bahkan dengan orang-orang dari belahan dunia yang lain dan bisa memilih menjadi pemain ataupun jadi menejer, tidak capek pula.
pertemuan aku dan mereka secara "wujud" pun paling tidak akan berlangsung lama. Kenapa aku sebut wujud karena dengan kemajuan teknologi sekarang bisa melihat secara langsung, bahkan tidak menutup kemungkinan jaman mereka sudah bentuk hologram yang 3 dimensi. tetapi pasti aku akan tetap merindukan mereka untuk bertemu secara wujud karena berbicara menggunakan alat ada suatu perasaan yang kurang, seperti rasa yang timbul karna memegang rambutnya, mencium keningnya, ciuman di tanganku, keakraban yang tercipta dan rasa memiliki yang sangat.
cita-cita mereka pasti menjadi artis ataupun penyanyi, tidak seperti aku kecil dulu yang ingin menjadi dokter, polisi, pilot ataupun guru. Pekerjaan seperti guru, pilot, polisi lambat laun akan berkurang seiring dengan penggantian mereka dengan mesin. Mereka ingin menjadi artis dan penyanyi karena itu merupakan jalan tercepat untuk menjadi terkenal. Yang mereka pedulikan adalah sebuah popularitas, bukan sebuah kebermanfaatan bagi masyarakat.
Jika mereka sukses, maka mereka akan tinggal di apartemen, tetapi jika tidak mereka akan hidup di gorong-gorong atau bekas gedung. pada jaman mereka golongan masyarakat yang ada hanya golongan atas (kaya) dan golong bawah (miskin), tidak ada tengah-tengah. dan yang paling berkuasa adalah pengusaha trans nasional, dimana mereka bisa membeli apa saja, termasuk sebuah negera. militer dan polisi hanya dijadikan alat pelanggeng dominasi mereka. Bagi yang miskin yang mereka tunggu adalah seorang pemimpin yang akan mendorong mereka untuk melakukan sebuah perjuangan kelas yang akan menghancurkan kaum borjuis, seperti yang diramalkan Karl Marx, kemudian muncul masyarakat tanpa kelas.
ketika belajar agama, mereka tidak belajar dari para pengajar agama, karena para pengajar agama tersebut sibuk dengan urusan politik mereka, sudah melupakan umat dan ketika umat butuh, maka harus membayar. kemudian anak dan cucuku belajar dari buku ataupun kumpulan ceramah yang semuanya berbentuk digital. dengan belajar seperti itu mereka akan kehilangan makna yang terdapat dalam sebuah ayat dan mereka mulai menafsirkan sendiri makna ayat-ayat tersebut. maka tidak heran ketika jaman mereka nantinya akan muncul berbagai aliran-aliran baru dalam sebuah agama.
Mungkin ketika mereka kecil, aku akan bercerita tentang wayang, kuda lumping, tari-tari tradisional yang pernah ada di indonesia. kebudayaan tersebut sudah tinggal cerita dan videonya tertera di website. kemudian saya akan bercerita bahwa kubudayaan tradisional itu hilang karena dulu, anak muda yang seumuran dengan aku ini lebih suka akan budaya-budaya popular yang tidak mempunyai nilai sama sekali. aku pun akan merasa ikut bersalah.
kemudian aku akan bercerita tentang pengalamanku ketika menjadi penikmat alam. naik gunung, susur pantai dan menjelajah hutan dimana disana kita bisa bertemu dengan hewan-hewan dan tanaman liar yang beragam dan indah. mereka juga bisa menikmati, tetapi hanya sebatas monitor komputer. ketika berada dialam bebas aku merasa sangat kecil dan tempat pertama kali aku merasakan kalau Tuhan itu benar-benar ada. apakah semua rasa itu akan dirasakan oleh mereka?
ketika mulai membayangkan tentang ketuhanan, lamunan mulai terganggu. aku semakin tidak yakin apakah keturunanku nantinya akan masih mengenal Tuhan. Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. karena dengan perkembangan manusia yang semakin rasional dam kondisi saat ini, maka segala yang tidak rasional akan tidak dipercaya. mereka tidak percaya karena kenyataannya semakin banyak manusia yang miskin dan menderita sedangkan hanya segelintir orang saja yang hidup dengan berlimpah. terus apakah Tuhan masih Maha Pengasih dan Penyayang?
Bukankah pada jamanku sekarang ini uang telah menjadi tuhan? semua orang berusaha mencarinya dan merasa hidupnya tenang apabila sudah mendapatkannya. dengan uang semua bisa dibeli. padahal tidak, banyak hal yang bisa dibeli dengan uang. uang hanya membeli secara fisik, tetapi tidak secara batin. uang bisa beli tempat tidur, tetapi tidak bisa beli tidur. bisa beli tubuh, tetapi tidak bisa memaksa cinta. bisa beli istana, tetapi tidak bisa membeli kebahagiaan.
membayangkan uang membuat aku tersadar, ternyata sekarang aku sedang mencari uang untuk mempertahankan hidup... hidup untuk uang atau uang untuk hidup?? Ataukah mimpi menjadi ayah/kakek yang menjadikan uang?