Jumat, Maret 12, 2010

Prajab golongan III angkatan XI 2010

sudah lima hari ikut prajab...
semakin hari semakin menyenangkan...
semakin menyenangkan makin terasa cepat...
cepat makin lama makin hebat...

bangun pagi.. apel pagi..
ayo lari.. makan lagi..

Senin, Oktober 13, 2008

sebuah perjalanan

Sebulan yang lalu aku mengalami hal yang baru pertama kali aku rasakan, rasa yang membuat aku menangis walaupun tanpa mengeluarkan air mata, rasa yang mungkin sulit aku rasakan kembali, rasa yang sedikit banyak mengubah persepsiku tentang sesuatu, rasa yang mungkin dilupakan oleh banyak orang saat ini.

perjalanan dimulai ketika aku mengikuti ujian masuk sebuah departemen di jakarta. Sore itu aku naik kereta untuk menuju ke Jakarta. karena kereta berangkat jam 6 sore maka aku berbuka di Stasiun, sendirian, dan baru pertama kali ini aku berbuka puasa seorang diri tanpa satu orang pun yang aku kenal. begitu juga dengan sahur, aku makan sendiri tanpa berbincang dengan seorang yang dekat denganku.

Sampai di Jakarta jam 4.30 pagi kemudian mampir ke kost teman untuk mandi kemudian bertemu dengan Om dan langsung menuju tempat ujian. Jam 9 mulai ujian dan selesai jam 12, kebetulan waktu itu jakarta kurang begitu panas, jadi untuk level puasaku masih bisa bertahan. Jam 12.30 sampai gambir kemudian antri tiket untuk pulang. sewaktu antri kebetulan di depanku terdapat sepasang kekasih yang sambil antri ngobrol dengan mesranya. sepasang kekasih ini membuat emosi karena maklum aku masih jomblo.

dapat kereta jam 8 malam, berarti masih ada beberapa jam sebelum keberangkatan. Kemudian diajak keliling monas yang kebetulan cukup panas untuk orang berpuasa. Ketika akan naik ke atas monas, satu lift dengan anak kecil yang sedang minum minuman dingin. Keliahatannya anak itu sangat menikmati minuman itu, sedangkan aku menahan emosi melihat perilaku anak itu karena sedang puasa. Sempat terpikir untuk membatalkan puasa, tetapi rasanya sayang sekali kalau membatalkan karena tinggal beberapa jam lagi. Akhirnya tetap bertahan puasaku.

Setelah puas di monas, jam 3 kembali ke gambir buat ngantar om pulang. Habis itu jalan sendiri ke istiqlal buat sholah Asyar sambil istirahat. Melewati kolam sebelum ke Istiqlal tercium bau yang kurang harum, sesuatu yang tidak ada dalam bayanganku tentang sebuah masjid terbesar di Asia Tenggara. Sampai disana sholat kemudian tiduran sebentar karena sudah kondisi badan sudah sangat memprihatikan, sudah sangat lemas dan tidak bertenaga. Jam 5 pulang ke gambir dengan sisa-sisa tenaga dan sampai di gambir bingung mo ngapai karna tidak ada yang dikenal sama sekali. Akhirnya duduk sambil menunggu berbuka di masjid gambir.

ketika menunggu ada beberapa orang juga yang sedang menunggu, aku perkirakan mereka juga orang jauh yang kebetulan sedang menunggu berbuka juga. buka akhirnya tiba juga dan saya hanya meminum air putih kemudian sholat. setelah sholat kemudian ke serambi masjid yang dipasang tikar untuk siapa saja yang ingin makan bekal berbukanya. Aku duduk disana tidak membeli makan nasi karena waktu itu entah kenapa habis berbuka hilang rasa laparku. Didepanku ada beberapa lelaki yang makan dengan lahapnya. Dibagian pojok ada wanita bercadar dengan suaminya yang juga sedang berbuka. Semuanya berbuka makan nasi bungkus yang entah dibawa dari rumah atau dibeli dalam perjalanan.

Melihat keadaan sekitar ada perasaan lain yang entah kenapa jadi tidak ada nafsu makan, terutama makan nasi. Melihat mereka makan dengan nikmatnya membuat aku seperti ikut makan bersama mereka. Ada perasaan tulus dalam mereka makan makanannya, walaupun ada seseorang yang berbuka dengan tahu goreng dan sambal saja. Tetapi orang tersebut terlihat sangat menikmati makanannya, terlihat sangat mensyukuri apa yang dimakannya.

Kemudian ada pria berbaju koko bersama wanita bercadar yang makan secara bergantian. Ada perasaan yang sama juga ketika memandang mereka karena terpancar aura keikhlasan ketika makan sesuap demi sesuap. Entah kenapa saat itu aku asyik memandangi satu-persatu orang disana yang sedang berbuka. Mereka terlihat sangat menikmati makanan yang dimakan, walaupun hanya makanan sederhana.

Setelah puas memandangi orang sekitar, kemudian aku mengambil roti dari tas yang memang sudah dibawa dari solo. Ketika mulai gigitan pertama dan mengunyahnya, aku menangis, walaupun tidak keluar ari mata. ternyata hatiku yang menangis, ada perasaan teriris-iris sekaligus bahagia yang tak tertahan. Entah kenapa perasaan itu muncul tiba-tiba saja. Memakan satu roti itupun terasa nikmat sekali, ada perasaan lepas yang keluar dari dalam dada.

Sambil makan roti pertama tadi aku juga memandang orang-orang sekitar yang ikut berbuka tadi, apa rasa yang aku rasakan itu seperti yang mereka rasakan? Rasa dimana aku seperti sama dengan mereka, sama senasib seperjuangan. Aku juga merasakan betapa berartinya sepotong roti ketika kita memang sangat lapar. Padahal selama ini aku kurang menghargai makanan.

Aku juga merasakan betapa pedihnya menahan lapar dan betapa nikmatnya berbuka walaupun hanya dengan sepotong roti. Aku baru merasa betapa berterimakasihnya seorang sudah lama tidak makan memakan sesuatu. Walaupun makanan itu biasa tetapi rasanya yang luar biasa. Rasa yang aku tidak dapatkan ketika aku makan di restoran mewah dan terkenal sekalipun.

Kemudian aku makan sepotong roti lagi, dan akupun masih dalam keadaan menangis. Aku bingung dengan apa yang kualami, apakah begini rasanya nikmatnya berbuka puasa? Kalau iya, berarti selama ini aku tidak puasa karena ketika berbuka tidak ada perasaan apa-apa selain ingin memakan makanan sebanyak mungkin. Aku pernah berbuka dengan orang terkasih, bersama teman-teman direstoran terkanal, bersama anak-anak jalanan, bersama kyai, buka diatas gunung, di dalam kereta, dan lain-lain. Tetapi perasaan yang timbul ketika itu rasanya sungguh berbeda dan baru pernah aku alami.

Hanya tiga roti yang mampu kuhabiskan karena sudah terasa cukup perut ini terisi dan aku masih terbuai dalam perasaan memakan roti tadi. Selama beberapa saat aku hanya terdiam dan memandangi keadaan sekitar. Aku baru pernah merasa bahwa aku tidak berbeda dengan orang disekitarku, tidak ada perbedaan status sosial disana. Aku hanya merasa kita disana sama-sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan dimana perbedaan diantara kita hanya dari segi amalan saja. Aku yakin orang-orang yang ada di serambi masjid tadi tidak saling mengenal tapi aku merasa ada kedekatan diantara aku dan mereka walaupun kita hanya saling berpandang, Seperti ada ikatan batin diantara kita.

Perasaan berbuka tadi masih terasa ketika akan naik kereta. Melihat orang makan di warung makan rasanya berbeda dengan orang-orang di serambi masjid tadi. Entah kenapa mereka terlihat biasa saja dan tidak berkesan dihati.

Selama di kereta aku duduk sendirian sehingga waktu lebih lama aku habiskan dengan merenung kejadian tadi. Kereta belum berjalan kemudian datang seorang kakek yang diantar oleh seorang pria dan perempuan. Setelah kedua pengantar tadi pulang, kakek tersebut langsung mengajak saya bersalaman dan berkenalan. Selama berbincang kakek tersebut menggunakan bahasa jawa yang halus sedangkan aku menjawab dengan gabungan bahasa indonesia dengan bahasa jawa yang halus yang jatuh bangun.

Kakek tersebut bercerita tentang kedua pengantar tadi adalah anak dan menantunya dan kemudian menceritakan tentang dirinya. satu hal yang aku salut dari kakek itu adalah tata krama dan sopan santun yang ada pada dirinya. Beliau menunjukkan orang jawa yang sesungguhnya dimana penuh tata krama dan sangat sopan. Saya katakan sangat sopan karena walaupun berbicara dengan orang yang lebih muda tutur katanya sungguh halus dan tidak pernah menjelekkan sesuatu.

Ternyata kakek tadi sudah berumur 81 tahun, tetapi dari segi fisik masih terlihat kuat dan segar. Aku berfikir mungkin kondisi kakek ini karena dia selalu berfikir positif dan menikmati hidup. Satu hal lagi yang membuat aku kagum adalah ketika selesai berbincang dia selalu pamit dengan sopan, ingin makan menawarkan kepada tetangganya dan berkenalan dengan kanan-kiri dan depan belakang. Aku sungguh malu bertemu dengan kakek tersebut, malu dengan gelar akademis yang katanya kalau semakin pintar seseorang semakin baik tingkahlakunya. ternyata itu tidak berlaku pada aku.

Pengalaman yang aku alami selama berbuka hingga bertemu dengan kakek tersebut terngiang selama perjalanan. Betapa sombongnya aku selama ini, betapa tidak perdulinya aku terhadap sesama dan betapa hilangnya karakter jawa dalam diriku. Satu hal yang aku pelajari dari orang berbuka tadi adalah bahwa dalam berbuka mereka bisa mengendalikan nafsu mereka, nafsu makan yang begitu menggebu ketika lapar akan hilang ketika kita makan makanan dengan mensyukuri makanan tersebut. Bukan menuruti nafsu.

Di buka puasa berikut-berikutnya aku tidak merasakan perasaan seperti ketika berbuka di gambir, padahal terkadang aku berbuka dengan makanan yang enak ataupun ditemani dengan orang terkasih dan terdekat. Aku merasa ada yang salah dalam diriku karena tidak bisa mencapai perasaan di atas. Kemudian aku dapat email dari temanku:

saat syahadat-ku sebatas ucapan
saat shalat-ku sebatas gerakan
saat shaum-ku sebatas kewajiban
saat zakat-ku sebatas keharusan
saat haji-ku sebatas kebanggaan
saat itu pula
kesia-siaan terbesar ada pada diriku

saat Islam-ku sebatas pakaian
saat Iman-ku sebatas ucapan
saat Ihsan-ku sebatas pengetahuan
saat itu pula
ada penipuan terbesar dalam diriku

saat kematian dianggap hanya cerita
saat neraka dianggap hanya berita
saat siksa dianggap hanya kata
saat itu pula
kesombongan terbesar ada padaku

saat takdir dianggap tak mungkin
saat hidup kembali dianggap mustahil
saat Tuhan dianggap nihil
saat itu pula
kedurhakaan terbesar ada pada diriku

bukankah aku memiliki hati?
bukankah aku memiliki jasmani?
dan bukankah aku memiliki akal budi?
maka harmoniskanlah semuanya, Ya Rabbi
semata hanya untuk-Mu

Rabu, Agustus 27, 2008

Antara aku, ayah atau kakek

walaupun belum menikah, apalagi memikirkan tentang pernikahan, tetapi tidak tau kenapa akhir-akhir ini aku sering kepikiran bagaimana nantinya keadaan anak-anak dan cucu-cucuku nantinya. Apakah kehidupan mereka akan sama dengan keadaanku sekarang yang penuh dengan ketidakpastian, pembangunan yang merusak alam, rasa kemanusian mulai hilang, atau jangan-jangan ketika jaman mereka nanti sudah seperti dalam film "i-robot", semua dikendalikan oleh mesin.

Bukan hanya itu, pikiranku lebih tertuju kepada bagaimana nantinya mereka menjalani kehidupan bermasyarakat. mungkin nantinya sebagian besar hidup mereka dihabiskan di depan komputer karena ketika keluar rumah sinar matahari sudah tidak ramah lagi, poplusi tidak terkendali dan kejahatan merajalela. ketika butuh sesuatu, maka tinggal pesan di dunia cyber, dan dalam beberapa saat sudah ada yang mengantarkan dan dia tidak berupa manusia, tetapi sebuah robot.

aku rasa, nantinya anak dan cucuku, tidak akan merasakan bagaimana rasanya capek dan nikmatnya naik gunung, karena sudah ada alat trasportasi menuju kesana. Tidak akan merasakan asyiknya bermain kelereng, gerobak sodor, perang-perangan, karet gelang ataupun layang-layang karena semua permainan itu sudah ada dalam komputer. Tidak akan merasakan nikmatnya renang di sungai ataupun main di sawah karena semua itu bisa dilakukan sambil duduk di depan monitor.

Teman mereka yang bentuknya manusia mungkin hanya beberapa saja, selebihnya teman-teman virtual yang mereka jumpai di dunia maya dan dengan perbandingan yang cukup signifikan. Gedung-gedung sekolah akan banyak yang tidak akan digunakan karena murid-muridnya akan belajar secara on-line dari rumah masing-masing. bahkan mungkin gurunya juga.

Mereka mungkin tidak akan merasakan bermain bola, voly, atau kerja bakti bersama dengan teman-teman sekampung karena nantinya mereka hidup di apartemen yang terkotak-kotak dengan dengan tingkat individual yang tinggi antar masing-masing anggota apartemen. Mungkin tetangga kamar saja tidak kenal. Disamping itu buat apa main bola secara nyata jika bisa dilakukan di komputer bahkan dengan orang-orang dari belahan dunia yang lain dan bisa memilih menjadi pemain ataupun jadi menejer, tidak capek pula.

pertemuan aku dan mereka secara "wujud" pun paling tidak akan berlangsung lama. Kenapa aku sebut wujud karena dengan kemajuan teknologi sekarang bisa melihat secara langsung, bahkan tidak menutup kemungkinan jaman mereka sudah bentuk hologram yang 3 dimensi. tetapi pasti aku akan tetap merindukan mereka untuk bertemu secara wujud karena berbicara menggunakan alat ada suatu perasaan yang kurang, seperti rasa yang timbul karna memegang rambutnya, mencium keningnya, ciuman di tanganku, keakraban yang tercipta dan rasa memiliki yang sangat.

cita-cita mereka pasti menjadi artis ataupun penyanyi, tidak seperti aku kecil dulu yang ingin menjadi dokter, polisi, pilot ataupun guru. Pekerjaan seperti guru, pilot, polisi lambat laun akan berkurang seiring dengan penggantian mereka dengan mesin. Mereka ingin menjadi artis dan penyanyi karena itu merupakan jalan tercepat untuk menjadi terkenal. Yang mereka pedulikan adalah sebuah popularitas, bukan sebuah kebermanfaatan bagi masyarakat.

Jika mereka sukses, maka mereka akan tinggal di apartemen, tetapi jika tidak mereka akan hidup di gorong-gorong atau bekas gedung. pada jaman mereka golongan masyarakat yang ada hanya golongan atas (kaya) dan golong bawah (miskin), tidak ada tengah-tengah. dan yang paling berkuasa adalah pengusaha trans nasional, dimana mereka bisa membeli apa saja, termasuk sebuah negera. militer dan polisi hanya dijadikan alat pelanggeng dominasi mereka. Bagi yang miskin yang mereka tunggu adalah seorang pemimpin yang akan mendorong mereka untuk melakukan sebuah perjuangan kelas yang akan menghancurkan kaum borjuis, seperti yang diramalkan Karl Marx, kemudian muncul masyarakat tanpa kelas.

ketika belajar agama, mereka tidak belajar dari para pengajar agama, karena para pengajar agama tersebut sibuk dengan urusan politik mereka, sudah melupakan umat dan ketika umat butuh, maka harus membayar. kemudian anak dan cucuku belajar dari buku ataupun kumpulan ceramah yang semuanya berbentuk digital. dengan belajar seperti itu mereka akan kehilangan makna yang terdapat dalam sebuah ayat dan mereka mulai menafsirkan sendiri makna ayat-ayat tersebut. maka tidak heran ketika jaman mereka nantinya akan muncul berbagai aliran-aliran baru dalam sebuah agama.

Mungkin ketika mereka kecil, aku akan bercerita tentang wayang, kuda lumping, tari-tari tradisional yang pernah ada di indonesia. kebudayaan tersebut sudah tinggal cerita dan videonya tertera di website. kemudian saya akan bercerita bahwa kubudayaan tradisional itu hilang karena dulu, anak muda yang seumuran dengan aku ini lebih suka akan budaya-budaya popular yang tidak mempunyai nilai sama sekali. aku pun akan merasa ikut bersalah.

kemudian aku akan bercerita tentang pengalamanku ketika menjadi penikmat alam. naik gunung, susur pantai dan menjelajah hutan dimana disana kita bisa bertemu dengan hewan-hewan dan tanaman liar yang beragam dan indah. mereka juga bisa menikmati, tetapi hanya sebatas monitor komputer. ketika berada dialam bebas aku merasa sangat kecil dan tempat pertama kali aku merasakan kalau Tuhan itu benar-benar ada. apakah semua rasa itu akan dirasakan oleh mereka?

ketika mulai membayangkan tentang ketuhanan, lamunan mulai terganggu. aku semakin tidak yakin apakah keturunanku nantinya akan masih mengenal Tuhan. Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang. karena dengan perkembangan manusia yang semakin rasional dam kondisi saat ini, maka segala yang tidak rasional akan tidak dipercaya. mereka tidak percaya karena kenyataannya semakin banyak manusia yang miskin dan menderita sedangkan hanya segelintir orang saja yang hidup dengan berlimpah. terus apakah Tuhan masih Maha Pengasih dan Penyayang?

Bukankah pada jamanku sekarang ini uang telah menjadi tuhan? semua orang berusaha mencarinya dan merasa hidupnya tenang apabila sudah mendapatkannya. dengan uang semua bisa dibeli. padahal tidak, banyak hal yang bisa dibeli dengan uang. uang hanya membeli secara fisik, tetapi tidak secara batin. uang bisa beli tempat tidur, tetapi tidak bisa beli tidur. bisa beli tubuh, tetapi tidak bisa memaksa cinta. bisa beli istana, tetapi tidak bisa membeli kebahagiaan.

membayangkan uang membuat aku tersadar, ternyata sekarang aku sedang mencari uang untuk mempertahankan hidup... hidup untuk uang atau uang untuk hidup?? Ataukah mimpi menjadi ayah/kakek yang menjadikan uang?

Kamis, Mei 29, 2008

Aborsi lagi

beberapa hari yang lalu aku ikut bedah film dan diskusi yang diadakan oleh HIMASOS FISIP UNS. Ketika diajak untuk ikut diskusi aku langsung tertarik karena nanti akan nonton film tentang aborsi, film inilah yang sangat menarik minatku.

acara pertama dibuka dengan nonton film kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Yang aku tidak sangka adalah film tersebut karena film tersebut menceritakan tentang proses aborsi, sampai alat-alat yang digunakan bahkan gambaran ketika aborsi melalui USG.

permulaan, film itu menggambarkan tentang alat-alat yang digunakan untuk aborsi, mulai dari yang untuk melebarkan saluran telur, untuk menyedot bayi sampai alat penghancur kepala si bayi. Yang jelas alat-alat tersebut seperti alat yang digunakan untuk operasi bedah.

kedua, film itu mulai mensimulasi proses aborsi, dan dijelaskan tahap-tahapnya. Sampai disini aku mulai ngeri melihst ilustrasi tersebut. Selanjutnya film memperlihatkan proses aborsi secara langsung termasuk melalui USG. Terlihat alat-alatnya ketika hampir memasuki kandungan, ketika berputar-putar di seputar ketuban untuk menentukan posisi bayi. Pada saat ini sudah mulai berontak, posisisinya yang semula tenang kemudian mulai ganti-ganti posisi untuk menghindari serangan alat-alat tersebut. Ternyata si bayi sudah tau akan ada bahaya yang mengancam jiwanya.

setelah alat itu berhasil menembus ketuban, dan ketuban pecah, maka pembunuhan yang sesungguhnya dimulai. Kemudian alat penghisap dimasukkan, melalui USG terlihat satu persatu bagian tubuh seperti kaki dan tangan terpisah dan menghilang terhisap oleh alat tersebut dan bayi tersebut dalam sekejap terhisap dan keluar menjadi gumpalan-gumpalan darah yang di tampung dalam sebuah tabung kaca. Melihat darah tersebut aku mulai mual-mual. Ternyata tidak semua bagian tubuh bayi bisa dihisap, biasanya masih menyisakan kepala. Kemudian dimasukkan alat berikutnya untuk menghacurkan kepala si bayi tersebut. KEtika kepala bayi itu sudah terjepit, maka tinggal menghancurkannya dan kemudian dihisap untuk dikeluarkan dari rahim si ibu.

sampai tahap ini, sudah membuatku mual, sesuatu yang jarang terjadi jika aku melihat sesuatu yang menjijikkan. Tetapi film itu belum berhenti menunjukkan kekejaman sebuah aborsi karna pada tahap selanjutnya dipertontonkan bayi-bayi yang telah hancur hasil aborsi. Ada yang kehilangan tangan dan kakinya, ada yang tinggal kepalanya saja, ada yang kepalanya hilang setengahnya, ada yang sudah dikumpulkan bagian-bagian tubuhnya seperti kaki, tangan, tubuh dan kepalanya. Terlihat juga bayi dengan kondisi yang hampir utuh tetapi berada dalam sebuah tempat sampah.

melihat bayi-bayi korban aborsi, cukup membuat aku kehilangan selera makan, walaupun pada waktu itu aku sedang lapar. Kemudian aku coba makan donat yang disediakan oleh panitia, tetapi ketika memakannya aku tidak merasakan apa-apa, hambar, karna masih terbayang oleh bayi-bayi korban aborsi tersebut. Betapa tega dan tidak manusiawinya orang-orang yang melakukan aborsi tersebut.

Film tersebut kemudian menceritakan tentang seorang dokter muda yang dalam usia mudanya telah melakukan lebih dari 10.000 kali aborsi di Amerika, tetapi setelah melihat film itu, kemudian dia berikrar pada dirinya untuk tidak melakukan aborsi lagi. Dan memang film tersebut berhasil menunjukkan betapa kejamnya sebuah proses aborsi. Jadi jika ada yang masih melakukan aborsi setelah menonton film tersebut maka perlu ditanyakan lagi apakah dia masih mempunyai moral? apakah dia masih manusia yang dianugerahi perasaan?

ON TIME

Tadi habis ikut Seminar Nasional tentang jurnalisme. KArna ssifatnya nasional maka aku datang 20 menit lebih awal. Dalam undangan acara akan dimulai jam 13.00, makanya aku datang 12.40, sesuatu yang jarang aku lakukan karena biasanya kalau acara mulai jam 13.00, maka jam 13.00 aku baru berangkat dari kos. Tadi itu ntah ada apa aku kok ingin berangkat lebih awal? Mungkin karna HTM lebih mahal dari semnas yang pernah aku ikuti.

Sampai di lokasi, daftar ulang dan langsung masuk ruangan. Aku orang kedua yang ada disana, sudah ada 1 orang yang kebetulan temanku, jadi lumayan ada teman bicara.

12.45 : masuk ruangan, baru ada 1 peserta
13.00 : belum ada peserta lain yang datang, dan belum ada tanda-tanda seminar akan dimulai.
13.15 : 3 orang peserta masuk, aku tanya jam ke temanku, jangan2 jam ku salah
13.30 : mulai banyak peserta yang masuk, tetapi ruangan baru terisi setengah
13.45 : ruangan sudah hampir penuh
13.50 : acara dimulai, akhirnya....
14.10 : ada 3 peserta yang masuk, masih maklum mungkin rumahnya jauh
14.30 : 5 peserta masuk lagi, mungkin terjebak macet atau terkena demo, solo apa pernah macet?
15.00 : 2 peserta masuk lagi, g punya malu
15.20 : mulai sesi tanya jawab, malas bertanya
16.30 : 2 pembicara utama keluar disertai aku bersama temanku meninggalkan acara seminar tersebut, padahal acara belum selesai

Keluar sebelum acara selesai sebenarnya tidak ada dalam kamus hidupku, karna itu sama saja dengan orang yang tidak bertanggung jawab, setengah2 dalam mengerjakan sesuatu. Tapi sore itu, terpaksa aku harus melanggarnya karna mengalami akumulasi kekecewaan.

Yang membuatku paling kecewa adalah keterlambatan dimulainya acara tersebut, banyangin saja hampir 1 jam, padahal skala acara adalah Nasional? Walaupun aku sering terlambat, tapi tidak pernah selama itu. Yang bikin aku tambah kecewa, waktu itu aku sengaja untuk datang lebih awal karna aku pikir yang namanya acara tingkat nasional pasti on time!!

Tapi ternyata dugaanku salah! ketika acara berlangsung kemudian aku merumuskan sebuah keyakinanku bahwa: DIMANAPUN, SELAMA MASIH DI INDONESIA, JANGAN PERNAH BERHARAP JIKA IKUT SUATU ACARA AKAN DIMULAI TEPAT WAKTU!!!

Jumat, Mei 09, 2008

Ingin jadi PEMIMPIN?

Harga minyak dunia yang terus melambung membuat pemerintah mau tidak mau, suka tidak suka, harus menaikkan harga BBM karena sudah tidak rasional lagi untuk tetap bertahan di harga sekarang, atau negara menjadi bangkrut!!!

permasalahannya apakah masyarakat siap dengan kenaikan harga ini? Padahal dengan kenaikan harga BBM bisa dipastikan harga-harga yang lain termasuk kebutuhan pokok akan ikut naik juga. Apakah daya beli masyarakat, terutama masyarakat dari golongan menengah kebawah masih mampu menjangkau harga-harga tersebut (kebutuhan pokok)

Melihat apa yang sedang berlangsung di negara ini, aku melihat bahwa sangat tidak mudah untuk menjadi seorang pemimpin, apalagi pemimpin negara! Itu sangat sulit karena harus berusaha "memuaskan" semua rakyatnya. Tetapi kenapa banyak sekali yang ingin menjadi seorang pemimpin?

Seorang pemimpin harus mengurangi waktu untuk anak-istrinya karena harus mengurusi rakyatnya. Keluarganya bertambah karena rakyatnya juga harusnya dianggap sebagai bagian dari dirinya, bukan merupakan bawahan yang harus patuh pada kemauannya.

Seorang pemimpin bukan penguasa
tapi hamba bagi rakyatnya
pelayan bagi kemakmuran
dan penyelamat dari kemiskinan dan kebodohan

Seorang pemimpin bukan diktator
tapi perpanjangan tangan rakyatnya
mengerti keadaan dan kemampuan
untuk kemajuan bersama, dukan dirinya saja

Seorang pemimpin bukan atasan
tapi perwakilan rakyatnya
merupakan orang pilihan, mengerti kemampuannya
dan tidak memaksakan jika tidak mampu memimpin

Seorang pemimpin bukan yang datang terakhir
tapi dia adalah contoh dan panutan
datang lebih awal, tidak pernah terlambat
sesuai antara perkataan dan perbuatan

Seorang pemimpin bukan pemimpin
apabila dalam tiap doanya masih lebih banyak mendoakan dirinya sendiri daripada rakyatnya
apabila lebih mementingkan kepentingan keluarganya daripada kepentingkan rakyatnya
apabila hanya menjual harapan bukan kenyataan

Senin, Mei 05, 2008

MALU

tadi siang aku sempat berbicara dengan seorang bapak-bapak yang berkerja di bidang tranportasi, umurnya sekitar 50 tahun. Bapak tadi, dulunya bekerja sebagai sopir dan sekarang bekerja di kantor cabang perusahaan bus tersebut.

Sebagai seorang mahasiswa, apalagi sudah lulus dan tinggal menunggu wisuda, berbicara dengan bapak ini merupakan sesuatu yang mudah, karena dari segi ilmu pengetahuan dan pendidikan pasti lebih tinggi aku. Aku hanya kalah dari segi umur saja.

kemudian dia mulai bercerita tentang pengalaman dia sebagai sopir hingga sampai kehidupan yang sekarang. Sampai pada cerita ini, aku masih biasa saja, karena sudah sering berjumpa dengan orang yang lebih tua dan menceritakan perjuangan hidupnya.

beberapa saat kemudian cerita mulai mengarah ke persoalan negara yang ada di negara ini. ketika ini aku mulai angkat bicara karena bidang ini aku yakin lebih mengerti daripada bapak ini karena sudah banyak teori yang aku pelajari di kuliah tentang negara. tetapi akhirnya aku hanya terdiam mendengar penjelasan-penjelasan dia selanjutnya.

ketika berbicara mengenai kemiskinan, dia bukan hanya menjelaskan secara nyata apa yang ada di masyarakat, tetapi juga solusinya. Banyaknya pengangguran di negara ini kata dia karena di sekolah kita tidak dididik untuk membuat lapangan kerja, di sekolah atau kampus kita diarahkan untuk menjadi "pencari kerja" bukan "pembuat kerja". ketika dia bercerita ini aku merasa telah salah menilai bapak ini.

dengan posisi saat ini, yang aku hanya tinggal menunggu wisuda, rasanya sangat malu mendengar perkataan bapak itu. Apalah artinya aku sebagai seorang wisuda jika nantinya menambah antrian pengangguran di negara ini? Ketika habis ujian pendadaran rasanya sudah puas karena rasanya sudah melakukan banyak hal sehingga bisa wisuda dengan berani mengangkat muka.

tetapi setelah pertemuan dengan itu, rasanya ingin menunda wisuda, ingin rasanya kerja dulu untuk menghilangkan status menganggur, ingin rasanya mengajak orang lain walaupun satu, untuk bekerja sama aku sehingga dia tidak menganggur lagi, ingin rasanya menerapkan ilmu-ilmu yang aku peroleh, ingin rasanya sibuk lagi, ingin rasanya berguna lagi bagi orang lain.

Apa bedanya seorang wisuda, lulusan SD, SMP, SMA, atau tidak pernah sekolah sama sekali jika akhirnya ketika dewasa sama-sama menganggur? Menjadi sarjana hanya memperoleh status bukan sebuah jaminan kerja.

trus siapa yang salah jika seorang sarjana menganggur? Yang pasti individu tersebut, termasuk aku, karna tidak bisa menerapkan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh di bangku kuliah. Ketika kuliah tidak begitu serius karena hanya mengejar sebuah gelar, bukan sebuah ilmu. Ketika kuliah hanya mengejar sebuah nilai, bukan sebuah pengetahuan.

menyalahkan orang lain sudah bukan jamannya lagi, apalagi menyalahkan sebuah sistem. Baik buruknya sebuah sistem tergantung orang yang ada di dalamnya, bukan karna sistem tersebut tidak tepat.

mungkin wisuda kali ini aku persembahkan untuk keluarga saja, karena mereka yang telah membiayai diriku selama ini. Status sarjana ini biarlah menjadi kebanggan mereka....Sedangkan diriku merasa belum layak untuk menyandang

Google Docs & Spreadsheets - Pengolah kata dan spreadsheet web. Edit halaman ini (jika Anda punya izin) | Laporkan spam